"Roro Rizky Ananda Febriani"

Senin, 12 Maret 2012

“ ANKER “



“Anker” ??? Ketika anda mendengar kata tersebut, pasti yang ada di dalam benak anda adalah tempat-tempat menakutkan yang banyak di huni oleh makhluk-makhluk gaib. Bagi saya ungkapan tersebut adalah untuk tiap orang yang setiap harinya berpergian dengan menaiki kereta api, karena kata “anker” di sini diartikan sebagai “anak kereta”.
Saya sendiri sudah menjadi “anker” selama kurang lebih 2 tahun, tepatnya pada saat kuliah di Universitas Gunadarma Depok. Dikarenakan rumah saya yang terbilang cukup jauh, yaitu di kota penghujan Bogor, transportasi kereta api menjadi alternatif yang murah dan cepat untuk sampai ke kota tujuan. Tarif yang diberlakukan untuk setiap perjalanan ke kota tujuan adalah Rp 7000 untuk commuterline AC, sedangkan untuk kereta ekonomi dikenakan tarif Rp 2000.
Menjadi “anker” tidaklah selalu menjadi hal yang menyenangkan, karena saat ini semakin banyak orang yang beralih menggunakan kereta api, menjadikan kereta api baik commuterline maupun ekonomi menjadi penuh sesak dengan penumpang. Apalagi bagi “anker” untuk kereta ekonomi, sungguh-sungguh menyiksa!!!!!!!!!!!!!!!!!
Dulu aku pernah menjadi “anker” kereta ekonomi, tepatnya ketika semester satu. Aku menjadi “anker” untuk kereta ekonomi, dikarenakan pada saat itu belum diberlakukannya kereta commuterline AC, dan yang ada hanya kereta express yang tidak berhenti di setiap stasiun. Menjadi “anker” ekonomi sangatlah menyiksa. Ketika aku berangkat maupun pulang kuliah, kereta ekonomi penuh sesak oleh para penumpang lainnya. Apalagi ketika aku hendak turun di kota tujuan, usaha yang dibutuhkan untuk dapat turun dari kereta ekonomi sangatlah besar, karena setiap penumpang yang naik selalu memilih untuk berdiri di dekat pintu kereta yang terbuka agar mudah untuk keluar.
Pernah ketika itu sepulang dari kuliah, tepatnya sekitar pukul 18.00 WIB. Aku naik kereta dari stasiun Pondok Cina menuju Bogor. Karena jam-jam tersebut merupakan jam pulang kerja, keadaan kereta menjadi penuh sesak sehingga aku tidak bisa masuk ke dalamnya. Namun karena hari telah hampir gelap, aku paksakan untuk tetap naik kereta tersebut.
Ketika berada di dalam kereta ekonomi, aku tidak bisa menggerakan badanku sedikitpun. Disekelilingku banyak laki-laki paruh baya yang mengenakan baju kemeja seperti habis pulang dari kantor. Tak berapa lama ketika aq mencoba untuk terus masuk ke dalam (karena posisi ku yang berada tepat berada di depan pintu kereta ekonomi yang terbuka), tiba-tiba tas yang aku bawa dan ada dipelukan ku terlepas, seperti ada seseorang yang menahan tas ku di bawahnya. Akupun kemudian berusaha untuk menarik tasku sekuat tenaga.
Karena keadaan kereta yang sangat penuh aku berusaha tetap masuk ke dalamnya, agar ketika kereta berhenti di stasiun berikutnya, aku tidak ikut terseret ke luar dari kereta. Setelah sekuat tenaga berjuang untuk menerobos kerumunan orang di dekat pintu kereta, aku pun tiba di dalamnya. Alangkah terkejutnya aku, ketika aku menemukan tas yang ku bawa telah hancur tersayat-sayat oleh benda tajam. Aku baru menyadari kalau aku tadi tengah berada dikerumunan pencopet. secara refleks, aku langsung membuka tasku dan akhirnya aku menemukan keadaan headsheet, payung dan buku yang aku bawa di dalam tas sudah hancur dan sobek akibat benda tajam tersebut. Tapi untungnya dompetku yang besar beserta handphone dan isinya, tidak sempat terambil oleh si pencopet tersebut. Aku yang saat itu gemetaran, sedikit bernafas lega. Akupun akhirnya pulang dan menceritakan kejadian tersebut kepada kedua orang tuaku. Dari kejadian itu akhirnya aku tidak diizinkan untuk menjadi “anker” kereta ekonomi lagi. Sekarang aku telah beralih menjadi “anker” commuterline AC, karena dirasa lebih nyaman dan aman dari aksi pencopetan seperti itu.
Namun pesan ku, kita harus tetap waspada dan berhati-hati ketika berada dimanapun, karena kejahatan selalu mengintai orang yang lengah setiap saat.
Trims ^^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar