Tugas Etika dan Profesionalisme
TSI
Penulis
1 : Roro Rizky Ananda Febriani
(16110243)
Penulis
2 : Eka Fitri Rahayu (12110271)
Maraknya kejahatan di
dunia maya (cyber crime) merupakan imbas dari kehadiran teknologi informasi,
yang di satu sisi diakui telah memberikan kemudahan-kemudahan kepada manusia,
namun di sisi lainnya, kemudahan tersebut justru sering dijadikan sebagai alat
untuk melakukan kejahatan di dunia maya (cyber crime) seperti yang sering kita
saksikan belakangan ini. Seseorang yang melakukan kejahatan jenis ini,
terkadang tidak memiliki motif untuk meraup keuntungan, tetapi karena unsur
lain seperti tantangan, hoby atau bahkan hanya untuk membuktikan tingkat
intelijen yang dimiliki dan kreativitas untuk melakukan aksinya.
Penipuan lelang
secara online, pemalsuan cek, penipuan identitas,
pornografi, penggelapan, pencurian data, pengaksesan ke suatu sistem secara
ilegal (hacking), pembobolan rekening bank, perusakan situs internet
(cracking), pencurian nomor kartu kredit (carding), penyediaan informasi yang
menyesatkan, transaksi barang ilegal, merupakan contoh-contoh cyber crime yang
sering terjadi dan merugikan banyak pihak. Oleh karena itu, untuk mencegah
merajalelanya cyber crime, maka perlu dibuat aturan hukum yang jelas untuk
melindungi masyarakat dari kejahatan dunia maya. Bahkan, dengan pertimbangan
bahwa pengembangan teknologi informasi dapat menimbulkan bentuk-bentuk
kejahatan baru, terutama dalam penyalahgunaan teknologi informasi, akhirnya
pada 4 Desember 2001 yang lalu, PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) mengeluarkan
resolusi No. 55/63.
Dalam resolusi tersebut
disepakati bahwa semua negara harus bekerja sama untuk mengantisipasi dan
memerangi kejahatan yuang menyalahgunakan teknologi informasi. Salah satu butir
penting resolusi menyebutkan, setiap negara harus memiliki undang-undang atau
peraturan hukum yang mampu untuk mengeliminir kejahatan
tersebut. Implementasi resolusi ini mengikat semua negara yang menjadi
anggota PBB termasuk Indonesia.
Hukum Cyber yang berlaku
di Indonesia sendiri memiliki aturan tersendiri, adanya undang-undang ITE di
Indonesia membantu memberikan arahan kepada pelaku internet di Indonesia. UU
ITE di Indonesia mulai berlaku di negara Indonesia mulai dari tanggal 28 maret
2008, undang-undang tersebut berisi tentang peraturan dan larangan-larangan
yang harus di patuhi oleh pelaku internet, UU ITE berisi 13 Bab dan 54 Pasal
yang mengatur tentang hukum menggunakan media internet. berikut ini adalah
beberapa inti peraturan bab IV Passal (27-31) UU ITE yang saya tahu tentang
cybercrime di Indenesia :
· Dilarang
Melakukan tindakan Assusila, Perjudian, Penghinaan, Pemerasan (Passal 27).
· Dilarang
Melakukan tindakan penipuan tentang informasi, dan menebar tindakan yang
menyebabkan permusuhan,menyebarkan kesesatan, dan berita bohong (Passal 28).
· Dilarang
Melakukan Ancaman kekerasan terhadap pelaku internet lain (Passal 29).
· Dilarang
Melakukan penyalahgunaan akses komputer pihak lain secara ilegal dan tindakan
merugikan lain (Passal 30).
· Dilarang
Melakukan tindakan Penyadapan dan perubahan dan penghilangan informasi pihak
lain secara ilegal (Passal 31).
The Computer Crime Act
Pada tahun 1997 malaysia telah mengesahkan dan mengimplementasikan beberapa
perundang-undangan yang mengatur berbagai aspek dalam cyberlaw seperti UU
Kejahatan Komputer, UU Tandatangan Digital, UU Komunikasi dan Multimedia, juga
perlindungan hak cipta dalam internet melalui amandemen UU Hak Ciptanya. The
Computer Crime Act itu sendiri mencakup mengenai kejahatan yang dilakukan
melalui komputer, karena cybercrime yang dimaksud di negara Malaysia tidak
hanya mencakup segala aspek kejahatan/pelanggaran yang berhubungan dengan
internet. Akses secara tak terotorisasi pada material komputer, adalah termasuk
cybercrime. Jadi apabila kita menggunakan computer orang lain tanpa izin dari
pemiliknya maka termasuk didalam cybercrime walaupun tidak terhubung dengan
internet. Hukuman atas pelanggaran The computer Crime Act : Denda sebesar lima
puluh ribu ringgit (RM50,000) atau hukuman kurungan/penjara dengan lama waktu
tidak melebihi lima tahun sesuai dengan hukum yang berlaku di negara tersebut
(Malaysia). Computer Crimes Act dibentuk tahun 1997, menyediakan penegakan
hukum dengan kerangka hukum yang mencakup akses yang tidak sah dan penggunaan
komputer dan informasi dan menyatakan berbagai hukuman untuk pelanggaran yang
berbeda komitmen. Secara umum Computer Crime Act, berikut point-point yang
dibahas tentang : - Mengakses material komputer tanpa ijin - Menggunakan
komputer untuk fungsi yang lain - Memasuki program rahasia orang lain melalui
komputernya - Mengubah / menghapus program atau data orang lain -
Menyalahgunakan program / data orang lain demi kepentingan pribadi Di Malaysia
masalah perlindungan konsumen,cybercrime,muatan online,digital copyright,
Penggunaan nama domain,kontrak elektronik sudah ditetapkan oleh pemerintahan
Malaysia.Sedangkan untuk masalah privasi,spam dan online dispute resolution
masih dalam tahap rancangan. The Council of Europe (CE) The Council of Europe
(CE) berinisiatif untuk melakukan studi mengenai kejahatan tersebut. Studi yang
memberikan guidelines lanjutan bagi para pengambil kebijakan untuk menentukan
tindakan-tindakan yang seharusnya dilarang berdasarkan hokum. CE sendiri
merupakan gagasan Uni Eropa yang dibuat pada tahun 2001, yang mengatur masalah
kejahatan cyber (cyber crime). Konvensi ini pada awalnya dibuat oleh organisasi
regional yaitu Uni Soviet, yang didalamnya terdapat perkembangan untuk
diratifikasi dan diaksesi oleh Negara manapun didunia yang berkomitmen
mengatasi kejahatan cyber.
REFERENSI
:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar