“ Tugas Etika dan Profesionalisme TSI”
Roro Rizky Ananda Febriani
(16110243)
Eka Fitri Rahayu (12110271)
Jurusan Sistem Informasi,
Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi
Universitas Gunadarma
2014
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Telekomunikasi berasal dari kata ‘Tele’ yang
berarti jauh dan Komunikasi yang berarti proses pertukaran informasi antar
individu melalui sistem simbol bersama. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Telekomunikasi
adalah proses komunikasi yang dilakukan melalui jarak yang jauh. Sedangkan
Menurut Undang-undang RI no.36 tahun 1999 tentang
Telekomunikasi, definisi Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap
informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat,
tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio atau sistem elektromagnetik lainnya. Telekomunikasi sendiri merupakan salah satu infrastruktur penting dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka mendukung peningkatan berbagai
aspek, mulai dari aspek perekonomian, pendidikan, dan hubungan antar bangsa,
yang perlu ditingkatkan melalui ketersediaannya baik dari segi aksesibilitas,
densitas, mutu dan layanannya sehingga dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Sistem telekomunikasi adalah
seluruh unsur/elemen baik infrastruktur telekomunikasi,
perangkat telekomunikasi, sarana dan prasarana
telekomunikasi, maupun peyelenggara telekomunikasi, sehingga komunikasi jarak jauh dapat dilakukan. Berikut ini adalah pengertian dari
beberapa istilah dalam bidang telekomunikasi sesuai dengan
Undang-undang RI no.36 tahun 1999 tentang
Telekomunikasi :
1. Perangkat Telekomunikasi adalah
sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan
bertelekomunikasi.
2.
Sarana dan prasarana telekomunikasi adalah
segala sesuatu yang memungkinkan dan mendukung
berfungsinya telekomunikasi.
3. Penyelenggara telekomunikasi adalah
perseorangan, koperasi, Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), badan
usaha swasta, instansi pemerintah, dan instansi pertahanan keamanan Negara.
4. Jasa telekomunikasi adalah layanan
telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan bertelekomunikasi
dengan menggunakan jaringan telekomunikasi.
5. Pelanggan adalah perseorangan, badan
hukum, instansi pemerintah yang menggunakan jaringan
telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi berdasarkan
kontrak.
6. Pemakai adalah perseorangan,
badan hukum, instansi pemerintah yang menggunakan
jaringan telekomunikasi dan atau jasa
telekomunikasi yang tidak berdasarkan kontrak.
7. Interkoneksi adalah keterhubungan
antarjaringan telekomunikasi dari penyelenggara jaringan
telekomunikasi yang berbeda.
Beberapa
alasan telekomunikasi perlu diatur adalah:
1. Telekomunikasi merupakan suatu bidang yang
menguasai hajat hidup orang banyak sehingga pengaturannya perlu dilakukan
secara khusus agar sesuai dengan Prinsip Ekonomi indonesia yang terdapat dalam
Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945).
2. Telekomunikasi mempunyai arti penting karena
dapat dipergunakan sebagai suatu wahana untuk mencapai pembangunan nasional
dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual,
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
3. Penyelenggaraan telekomunikasi juga mempunyai
arti strategis dalam upaya memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa,
memperlancar kegiatan pemerintahan, mendukung terciptanya tujuan pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya, serta meningkatkan hubungan antar bangsa.Sejak
tahun 1961, industri telekomunikasi di Indonesia telah mengalami kemajuan
berarti dengan dimilikinya industri ini secara tunggal oleh perusahaan negara.
Menurut
beberapa sumber, faktor yang memicu lahirnya UU No. Tahun 1999 adalah:
1.
Perubahan teknologi;
2.
Krisis Ekonomi, Sosial dan Politik; serta
3. Dominasi pemerintah dalam penyelenggaraan
telekomunikasi dan proyek Nusantara21;
4. Perubahan nilai layanan telekomunikasi dari
barang publik menjadi komoditas;
5.
Teledensity rendah;
6.
Masuknya modal asing di sektor telekomunikasi;
7. Keterbatasan penyelenggara pada era monopoli
dalam hal pembangunan infrastruktur;
8. Pergeseran paradigma perekonomian
dunia, dari masyarakat industri menjadi
masyarakat informasi;
9.
Praktik bisnis yang tidak sehat di sektor
telekomunikasi; dan
10.Kurangnya sumber daya manusia di sektor
telekomunikasi.
1.2. Tujuan
Tujuan
dari pembuatan UU No. 36 mengenai telekomunikasi ini agar setiap penyelenggara
jaringan dan penyelenggara jasa telekomunikasi di Indonesia dapat mengerti dan
memahami semua hal yang berhubungan dengan telekomunikasi dalam bidang
teknologi informasi dari mulai azas dan tujuan telekomunikasi, penyelenggaraan
telekomunikasi, penyidikan, sangsi administrasi dan ketentuan pidana.
Jadi, kemajuan dalam bidang telekomunikasi ini
tidak menimbulkan adanya keterbatasan dalam mengatur penggunaannya dibidang
teknologi informasi, karena sebagaimana yang kita ketahui, bahwa telekomunikasi
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kehidupan teknologi informasi ini
sebagai salah satu industri yang selalu mengalami perubahan yang sangat
dinamis, baik dari teknologi, aplikasi, layanan dan tuntutan kebutuhan pemakai
jasa.
1.3. Batasan
Masalah
Dalam halnya
mengenai keterbatsan UU Telekomunikasi No 36 Tahun 1999 ini, sejauh dari
analisis kami bahwasannya tidak ditemui adanya sebuah keterbatasan mengenai
pengaturan penggunannya dalam teknologi informasi, karena di dalamnya sudah
dijelaskan sesuai dengan fungsi UU itu sendiri yaitu sebagai pengatur
penyelenggara telekomunikasi antara penyelenggara dan pemakai jasa. Justru
keberadaan UU ini dapat menjadi pilar dari proses penyelegaraan telekomunikasi
negara yang demokratis, tidak adanya keterpihakan yang diuntungkan dengan UU
ini. Dan melalui UU Telekomunikasi ini, penyelenggara dan pemakai jasa
dapat memperoleh suatu kerangka pengaturan mengenai penggunaan telekomunikasi
yang lebih sesuai dengan perkembangan teknologi informasi, sehingga industri
telekomunikasi tetap tumbuh dan berkembang.
BAB II
LANDASAN TEORI
LANDASAN TEORI
2.1. Penjelasan
UU No.36 Tentang Telekomunikasi
Undang-undang
Nomor 36 Tahun tentang Telekomunikasi, pembangunan dan penyelenggaraan
telekomunikasi telah menunjukkan peningkatan peran penting dan strategis dalam
menunjang dan mendorong kegiatan perekonomian, memantapkan pertahanan dan
keamanan, mencerdaskan kehidupan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintahan,
memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka wawasan nusantara, dan
memantapkan ketahanan nasional serta meningkatkan hubungan antar bangsa.
Perubahan lingkungan global dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang
berlangsung sangat cepat mendorong terjadinya perubahan mendasar, melahirkan
lingkungan telekomunikasi yang baru, dan perubahan cara pandang dalam
penyelenggaraan telekomunikasi, termasuk hasil konvergensi dengan teknologi
informasi dan penyiaran sehingga dipandang perlu mengadakan penataan kembali
penyelenggaraan telekomunikasi nasional.
2.2. Tujuan
Penyelenggaraan Telekomunikasi
Tujuan
penyelenggaraan telekomunikasi yang demikian dapat dicapai, antara lain,
melalui reformasi telekomunikasi untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan
telekomunikasi dalam rangka menghadapi globalisasi, mempersiapkan sektor
telekomunikasi memasuki persaingan usaha yang sehat dan profesional dengan
regulasi yang transparan, serta membuka lebih banyak kesempatan berusaha bagi
pengusaha kecil dan menengah. Dalam pembuatan UU ini dibuat karena ada beberapa
alasan,salahsatunya adalah bahwa pengaruh globalisasi dan perkembangan
teknologi telekomunikasi yang sangat pesat telah mengakibatkan perubahan yang mendasar
dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi dan untuk
manjaga keamanan bagi para pengguna teknologi informasi.
Berikut adalah beberapa pengertian yang terdapat dalam
UU No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi:
1.
Telekomunikasi adalah
setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam
bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem
kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik Iainnya;
2.
Alat
telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam
bertelekomunikasi;
3.
Perangkat
telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan
bertelekomunikasi;
4.
Sarana dan
prasarana tetekomunikasi adalah segala sesuatu yang memungkinkan dan
mendukung berfungsinya telekomunikasi;
5.
Pemancar
radio adalah alat telekomunikasi yang menggunakan dan memancarkan
gelombang radio;
6.
Jaringan
telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan
kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi;
7.
Jasa
telekomunikasi adalah layanan telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan
bertelekomunikasi dengan menggunakan jaringan telekomunikasi;
8.
Penyelenggara
telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, badan usaha milik daerah,
badan usaha milik negara, badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan instansi
pertahanan keamanan negara;
9.
Pelanggan adalah
perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang menggunakan jaringan
telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi berdasarkan kontrak;
10.
Pemakai adalah
perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang menggunakan jaringan
telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang tidak berdasarkan kontrak;
11.
Pengguna adalah
pelanggan dan pemakai;
12.
Penyelenggaraan
telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan telekomunikasi
sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi.
13.
Penyelenggaraan
telekomunikasi khusus adalah penyelenggaraan telekomunikasi yang sifat,
peruntukan, dan pengoperasiannya khusus;
14.
Interkoneksi adalah
keterhubungan antarjaringan telekomunikasi dan penyelenggara jaringan
telekomunikasi yang berbeda;
15.
Menteri adalah
Menteri yang ruang Iingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang
telekomunikasi.
BAB III
STUDI KASUS
STUDI KASUS
3.1. Studi Kasus ‘Dani Xnuxer versus KPU’
Masih segar
dalam ingatan kita bagaimana seorang Dani Firmansyah menghebohkan dunia hukum
kita dengan aksi defacing-nya. Defacing alias pengubahan tampilan situs memang
tergolong dalam cybercrime dengan menggunakan TI sebagai target.Sesungguhnya
aksi ini tidak terlalu fatal karena tidak merusak data penting yang ada di
lapisan dalam situs tersebut.Aksi ini biasa dilakukan sekadar sebagai
peringatan dari satu hacker ke pihak tertentu.Pada cyberwar yang lebih besar
ruang lingkupnya, defacing melibatkan lebih dari satu situs.Defacing yang
dilakukan Dani alias Xnuxer diakuinya sebagai aksi peringatan atau warning
saja.Jauh-jauh hari sebelum bertindak, Dani sudah mengirim pesan ke admin
situs http://tnp.kpu.go.idbahwa
terdapat celah di situs itu.Namun pesannya tak dihiraukan.Akibatnya pada Sabtu,
17 April 2004, tepatnya pukul 11.42, lelaki berkacamata itu menjalankan
aksinya. Dalam waktu 10 menit, Dani mengubah nama partai-partai peserta Pemilu
dengan nama yang lucu seperti Partai Jambu, Partai Kolor Ijo dan sebagainya.
Tidak ada data yang dirusak atau dicuri.Ini aksi defacing murni. Konsultan TI
PT. Danareksa ini menggunakan teknik yang memanfaatkan sebuah security hole
pada MySQL yang belum di patch oleh admin KPU. Security hole itu di-exploit
dengan teknik SQL injection. Pada dasarnya teknik tersebut adalah dengan cara
mengetikkan string atau command tertentu pada address bar di browser yang biasa
kita gunakan. Seperti yang diutarakan di atas, defacing dilakukan Dani sekadar
sebagai unjuk gigi bahwa memang situs KPU sangat rentan untuk disusupi.Ini
sangat bertentangan dengan pernyataan Ketua Kelompok Kerja Teknologi Informasi
KPU Chusnul Mar’iyah di sebuah tayangan televisi yang mengatakan bahwa sistem
TI Pemilu yang bernilai Rp. 152 miliar, sangat aman 99,9% serta memiliki
keamanan 7 lapis sehingga tidak bisa tertembus hacker.
Dani sempat melakukan spoofing alias penghilangan
jejak dengan memakai proxy server Thailand, tetapi tetap saja pihak kepolisian
dengan bantuan ahli-ahli TI mampu menelusuri jejaknya.Aparat menjeratnya dengan
Undang-Undang (UU) No. 36 / 1999 tentang Telekomunikasi, khususnya pasal 22
butir a, b, c, pasal 38 dan pasal 50.Dani dikenai ancaman hukuman yang berat,
yaitu penjara selama-lamanya enam tahun dan atau denda sebesar paling banyak
Rp. 600 juta rupiah.
Berikut kutipan UU No. 36/1999 :
Pasal 22
Setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak,
tidak sah / memanipulasi :
a.
akses ke
jaringan telekomunikasi ; dan atau
b.
akses ke jasa
telekomunikasi ; dan atau
c.
akses ke
jaringan telekomunikasi khusus.
Pasal 50
Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 22, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
tahun atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Akhirnya Dani Firmansyah dituntut hukuman satu tahun
penjara dan denda Rp. 10 juta subsider tiga bulan kurungan oleh Jaksa
Penuntut Umum Ramos Hutapea dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta
Pusat tanggal 9 November 2004.
BAB IV
PENUTUP
PENUTUP
KESIMPULAN
Kesimpulan, dengan UU No. 36 tahun 1999 seperti yang
tercantum diatas, memiliki ruang lingkup untuk pengguna telekomunikasi yang
terbatas. Tidak ada kebebasan dalam penyampaian pandangan mereka.Namun yang
sangat disayangkan adalah kepada penyelenggara telekomunikasi. Mereka akan
mendapatkan sangsi, namun sangsi itu bukan mereka yang melakukan, namun imbas
dari pengguna jasa nakal yang membuka atau mengakses sesuatu dengan ilegal.
REFERENSI :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar