"Roro Rizky Ananda Febriani"

Selasa, 06 Mei 2014

"STUDI KASUS UU No. 36"

“ Tugas Etika dan Profesionalisme TSI
Roro Rizky Ananda Febriani (16110243)
Eka Fitri Rahayu (12110271)
Jurusan Sistem Informasi, Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi
Universitas Gunadarma
2014


BAB I
PENDAHULUAN

1.1.    Latar Belakang
Telekomunikasi berasal dari kata ‘Tele’ yang berarti jauh dan Komunikasi yang berarti proses pertukaran informasi antar individu melalui sistem simbol bersama. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Telekomunikasi adalah proses komunikasi yang dilakukan melalui jarak yang jauh. Sedangkan Menurut Undang-undang  RI  no.36  tahun  1999 tentang Telekomunikasi, definisi Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman,  dan  atau penerimaan  dari  setiap  informasi dalam  bentuk tanda-tanda,  isyarat,  tulisan, gambar,  suara,  dan  bunyi melalui  sistem kawat,  optik,  radio  atau  sistem elektromagnetik lainnya. Telekomunikasi sendiri merupakan salah satu infrastruktur penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dalam rangka mendukung peningkatan berbagai aspek, mulai dari aspek perekonomian, pendidikan, dan hubungan antar bangsa, yang perlu ditingkatkan melalui ketersediaannya baik dari segi aksesibilitas, densitas, mutu dan layanannya sehingga dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Sistem telekomunikasi  adalah  seluruh  unsur/elemen  baik infrastruktur telekomunikasi,    perangkat  telekomunikasi,  sarana  dan prasarana telekomunikasi,  maupun  peyelenggara  telekomunikasi, sehingga komunikasi jarak jauh dapat dilakukan. Berikut ini adalah pengertian dari beberapa istilah dalam  bidang  telekomunikasi  sesuai dengan  Undang-undang  RI  no.36  tahun 1999 tentang Telekomunikasi :
1.     Perangkat Telekomunikasi  adalah  sekelompok  alat telekomunikasi  yang  memungkinkan bertelekomunikasi.
2.    Sarana dan prasarana telekomunikasi  adalah  segala  sesuatu yang memungkinkan  dan  mendukung berfungsinya telekomunikasi.
3. Penyelenggara telekomunikasi  adalah  perseorangan, koperasi, Badan  Usaha  Milik  Daerah (BUMD),  Badan  Usaha  Milik Negara (BUMN),  badan  usaha swasta,  instansi  pemerintah, dan instansi pertahanan  keamanan Negara.
4. Jasa telekomunikasi  adalah  layanan  telekomunikasi  untuk memenuhi  kebutuhan bertelekomunikasi  dengan menggunakan jaringan telekomunikasi.
5. Pelanggan adalah  perseorangan,  badan  hukum,  instansi pemerintah  yang menggunakan  jaringan  telekomunikasi  dan atau  jasa telekomunikasi berdasarkan kontrak.
6. Pemakai  adalah  perseorangan,  badan  hukum,  instansi pemerintah  yang menggunakan  jaringan  telekomunikasi  dan atau  jasa  telekomunikasi yang tidak berdasarkan kontrak.
7.    Interkoneksi adalah  keterhubungan  antarjaringan telekomunikasi dari  penyelenggara jaringan telekomunikasi yang berbeda.

Beberapa alasan telekomunikasi perlu diatur adalah:
1. Telekomunikasi merupakan suatu bidang yang menguasai hajat hidup orang banyak sehingga pengaturannya perlu dilakukan secara khusus agar sesuai dengan Prinsip Ekonomi indonesia yang terdapat dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945).
2. Telekomunikasi mempunyai arti penting karena dapat dipergunakan sebagai suatu wahana untuk mencapai pembangunan nasional dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual, berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
3. Penyelenggaraan telekomunikasi juga mempunyai arti strategis dalam upaya memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintahan, mendukung terciptanya tujuan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya, serta meningkatkan hubungan antar bangsa.Sejak tahun 1961, industri telekomunikasi di Indonesia telah mengalami kemajuan berarti dengan dimilikinya industri ini secara tunggal oleh perusahaan negara.

Menurut beberapa sumber, faktor yang memicu lahirnya UU No. Tahun 1999 adalah:
1.      Perubahan teknologi;
2.    Krisis Ekonomi, Sosial dan Politik; serta
3.  Dominasi pemerintah dalam penyelenggaraan telekomunikasi dan proyek Nusantara21;
4.  Perubahan nilai layanan telekomunikasi dari barang publik menjadi komoditas;
5.     Teledensity  rendah;
6.    Masuknya modal asing di sektor telekomunikasi;
7. Keterbatasan penyelenggara pada era monopoli dalam hal pembangunan  infrastruktur;
8. Pergeseran  paradigma  perekonomian dunia,  dari  masyarakat  industri  menjadi  masyarakat informasi;
9.    Praktik  bisnis yang tidak sehat di sektor telekomunikasi; dan
10.Kurangnya sumber daya manusia di sektor telekomunikasi.

1.2.   Tujuan
          Tujuan dari pembuatan UU No. 36 mengenai telekomunikasi ini agar setiap penyelenggara jaringan dan penyelenggara jasa telekomunikasi di Indonesia dapat mengerti dan memahami semua hal yang berhubungan dengan telekomunikasi dalam bidang teknologi informasi dari mulai azas dan tujuan telekomunikasi, penyelenggaraan telekomunikasi, penyidikan, sangsi administrasi dan ketentuan pidana. 
Jadi, kemajuan dalam bidang telekomunikasi ini tidak menimbulkan adanya keterbatasan dalam mengatur penggunaannya dibidang teknologi informasi, karena sebagaimana yang kita ketahui, bahwa telekomunikasi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kehidupan teknologi informasi ini sebagai salah satu industri yang selalu mengalami perubahan yang sangat dinamis, baik dari teknologi, aplikasi, layanan dan tuntutan kebutuhan pemakai jasa.

1.3.   Batasan Masalah
Dalam halnya mengenai keterbatsan UU Telekomunikasi No 36 Tahun 1999 ini, sejauh dari analisis kami bahwasannya tidak ditemui adanya sebuah keterbatasan mengenai pengaturan penggunannya dalam teknologi informasi, karena di dalamnya sudah dijelaskan sesuai dengan fungsi UU itu sendiri yaitu sebagai pengatur penyelenggara telekomunikasi antara penyelenggara dan pemakai jasa. Justru keberadaan UU ini dapat menjadi pilar dari proses penyelegaraan telekomunikasi negara yang demokratis, tidak adanya keterpihakan yang diuntungkan dengan UU ini. Dan melalui UU Telekomunikasi ini, penyelenggara dan pemakai jasa dapat memperoleh suatu kerangka pengaturan mengenai penggunaan telekomunikasi yang lebih sesuai dengan perkembangan teknologi informasi, sehingga industri telekomunikasi tetap tumbuh dan berkembang.



BAB II
LANDASAN TEORI

 2.1.  Penjelasan UU No.36 Tentang Telekomunikasi
Undang-undang Nomor 36 Tahun tentang Telekomunikasi, pembangunan dan penyelenggaraan telekomunikasi telah menunjukkan peningkatan peran penting dan strategis dalam menunjang dan mendorong kegiatan perekonomian, memantapkan pertahanan dan keamanan, mencerdaskan kehidupan bangsa, memperlancar kegiatan pemerintahan, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa dalam kerangka wawasan nusantara, dan memantapkan ketahanan nasional serta meningkatkan hubungan antar bangsa. Perubahan lingkungan global dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang berlangsung sangat cepat mendorong terjadinya perubahan mendasar, melahirkan lingkungan telekomunikasi yang baru, dan perubahan cara pandang dalam penyelenggaraan telekomunikasi, termasuk hasil konvergensi dengan teknologi informasi dan penyiaran sehingga dipandang perlu mengadakan penataan kembali penyelenggaraan telekomunikasi nasional.

2.2.  Tujuan Penyelenggaraan Telekomunikasi
          Tujuan penyelenggaraan telekomunikasi yang demikian dapat dicapai, antara lain, melalui reformasi telekomunikasi untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan telekomunikasi dalam rangka menghadapi globalisasi, mempersiapkan sektor telekomunikasi memasuki persaingan usaha yang sehat dan profesional dengan regulasi yang transparan, serta membuka lebih banyak kesempatan berusaha bagi pengusaha kecil dan menengah. Dalam pembuatan UU ini dibuat karena ada beberapa alasan,salahsatunya adalah bahwa pengaruh globalisasi dan perkembangan teknologi telekomunikasi yang sangat pesat telah mengakibatkan perubahan yang mendasar dalam penyelenggaraan dan cara pandang terhadap telekomunikasi dan untuk manjaga keamanan bagi para pengguna teknologi informasi.

Berikut adalah beberapa pengertian yang terdapat dalam UU No. 36 Tahun 1999 Tentang Telekomunikasi:
1.               Telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik Iainnya;
2.              Alat telekomunikasi adalah setiap alat perlengkapan yang digunakan dalam bertelekomunikasi;
3.              Perangkat telekomunikasi adalah sekelompok alat telekomunikasi yang memungkinkan bertelekomunikasi;
4.              Sarana dan prasarana tetekomunikasi adalah segala sesuatu yang memungkinkan dan mendukung berfungsinya telekomunikasi;
5.              Pemancar radio adalah alat telekomunikasi yang menggunakan dan memancarkan gelombang radio;
6.              Jaringan telekomunikasi adalah rangkaian perangkat telekomunikasi dan kelengkapannya yang digunakan dalam bertelekomunikasi;
7.              Jasa telekomunikasi adalah layanan telekomunikasi untuk memenuhi kebutuhan bertelekomunikasi dengan menggunakan jaringan telekomunikasi;
8.              Penyelenggara telekomunikasi adalah perseorangan, koperasi, badan usaha milik daerah, badan usaha milik negara, badan usaha swasta, instansi pemerintah, dan instansi pertahanan keamanan negara;
9.              Pelanggan adalah perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang menggunakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi berdasarkan kontrak;
10.         Pemakai adalah perseorangan, badan hukum, instansi pemerintah yang menggunakan jaringan telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang tidak berdasarkan kontrak;
11.           Pengguna adalah pelanggan dan pemakai;
12.          Penyelenggaraan telekomunikasi adalah kegiatan penyediaan dan pelayanan telekomunikasi sehingga memungkinkan terselenggaranya telekomunikasi.
13.          Penyelenggaraan telekomunikasi khusus adalah penyelenggaraan telekomunikasi yang sifat, peruntukan, dan pengoperasiannya khusus;
14.          Interkoneksi adalah keterhubungan antarjaringan telekomunikasi dan penyelenggara jaringan telekomunikasi yang berbeda;
15.          Menteri adalah Menteri yang ruang Iingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang telekomunikasi.


BAB III
STUDI KASUS

3.1. Studi Kasus ‘Dani Xnuxer versus KPU’ 
Masih segar dalam ingatan kita bagaimana seorang Dani Firmansyah menghebohkan dunia hukum kita dengan aksi defacing-nya. Defacing alias pengubahan tampilan situs memang tergolong dalam cybercrime dengan menggunakan TI sebagai target.Sesungguhnya aksi ini tidak terlalu fatal karena tidak merusak data penting yang ada di lapisan dalam situs tersebut.Aksi ini biasa dilakukan sekadar sebagai peringatan dari satu hacker ke pihak tertentu.Pada cyberwar yang lebih besar ruang lingkupnya, defacing melibatkan lebih dari satu situs.Defacing yang dilakukan Dani alias Xnuxer diakuinya sebagai aksi peringatan atau warning saja.Jauh-jauh hari sebelum bertindak, Dani sudah mengirim pesan ke admin situs http://tnp.kpu.go.idbahwa terdapat celah di situs itu.Namun pesannya tak dihiraukan.Akibatnya pada Sabtu, 17 April 2004, tepatnya pukul 11.42, lelaki berkacamata itu menjalankan aksinya. Dalam waktu 10 menit, Dani mengubah nama partai-partai peserta Pemilu dengan nama yang lucu seperti Partai Jambu, Partai Kolor Ijo dan sebagainya. Tidak ada data yang dirusak atau dicuri.Ini aksi defacing murni. Konsultan TI PT. Danareksa ini menggunakan teknik yang memanfaatkan sebuah security hole pada MySQL yang belum di patch oleh admin KPU. Security hole itu di-exploit dengan teknik SQL injection. Pada dasarnya teknik tersebut adalah dengan cara mengetikkan string atau command tertentu pada address bar di browser yang biasa kita gunakan. Seperti yang diutarakan di atas, defacing dilakukan Dani sekadar sebagai unjuk gigi bahwa memang situs KPU sangat rentan untuk disusupi.Ini sangat bertentangan dengan pernyataan Ketua Kelompok Kerja Teknologi Informasi KPU Chusnul Mar’iyah di sebuah tayangan televisi yang mengatakan bahwa sistem TI Pemilu yang bernilai Rp. 152 miliar, sangat aman 99,9% serta memiliki keamanan 7 lapis sehingga tidak bisa tertembus hacker.
Dani sempat melakukan spoofing alias penghilangan jejak dengan memakai proxy server Thailand, tetapi tetap saja pihak kepolisian dengan bantuan ahli-ahli TI mampu menelusuri jejaknya.Aparat menjeratnya dengan Undang-Undang (UU) No. 36 / 1999 tentang Telekomunikasi, khususnya pasal 22 butir a, b, c, pasal 38 dan pasal 50.Dani dikenai ancaman hukuman yang berat, yaitu penjara selama-lamanya enam tahun dan atau denda sebesar paling banyak Rp. 600 juta rupiah.

Berikut kutipan UU No. 36/1999 :

Pasal 22

Setiap orang dilarang melakukan perbuatan tanpa hak, tidak sah / memanipulasi :
a.                  akses ke jaringan telekomunikasi ; dan atau
b.                 akses ke jasa telekomunikasi ; dan atau
c.                  akses ke jaringan telekomunikasi khusus.

Pasal 50

Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 22, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun atau denda paling banyak Rp 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
Akhirnya Dani Firmansyah dituntut hukuman satu tahun penjara dan denda Rp. 10 juta subsider tiga bulan kurungan oleh Jaksa Penuntut Umum Ramos Hutapea dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 9 November 2004.


BAB IV
PENUTUP


KESIMPULAN
Kesimpulan, dengan UU No. 36 tahun 1999 seperti yang tercantum diatas, memiliki ruang lingkup untuk pengguna telekomunikasi yang terbatas. Tidak ada kebebasan dalam penyampaian pandangan mereka.Namun yang sangat disayangkan adalah kepada penyelenggara telekomunikasi. Mereka akan mendapatkan sangsi, namun sangsi itu bukan mereka yang melakukan, namun imbas dari pengguna jasa nakal yang membuka atau mengakses sesuatu dengan ilegal.

REFERENSI : 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar