“ Tugas Etika dan Profesionalisme TSI”
Eka Fitri Rahayu
(12110271)
Roro Rizky Ananda
Febriani (16110243)
Jurusan Sistem
Informasi, Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi
Universitas Gunadarma
2014
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pelanggaran Hak Cipta
(Intellectual Property Copyright’s violation) Hak Cipta pertama kali disahkan
pada tahun 1981 oleh Mahkamah Agung Amerika setelah kasus Diamond Vs Diehr
bergulir. Pembajakan dan pelanggaran hak cipta tampaknya telah mendarah daging di
masyarakat Indonesia. Terkadang masyarakat sendiri tidak menyadari, bahwa
tindakan yang mereka lakukan adalah suatu bentuk pelanggaran hak cipta. Bahkan,
kegiatan pelanggaran hak cipta seperti tindakan legal yang setiap orang boleh
melakukannya.
Mendarah dagingnya kegiatan pelanggaran hak cipta di Indonesia menyebabkan berbagai lembaga pendidikan dan pemerintah terkadang tidak sadar telah melakukan kegiatan pelanggaran hak cipta. Padahal, seharusnya berbagai lembaga pemerintah tersebut memberikan teladan dalam hal penghormatan terhadap hak cipta.
Mendarah dagingnya kegiatan pelanggaran hak cipta di Indonesia menyebabkan berbagai lembaga pendidikan dan pemerintah terkadang tidak sadar telah melakukan kegiatan pelanggaran hak cipta. Padahal, seharusnya berbagai lembaga pemerintah tersebut memberikan teladan dalam hal penghormatan terhadap hak cipta.
BAB II
DASAR TEORI
DASAR TEORI
2.1 Pengertian Hak Cipta
Definisi tentang hak
cipta dapat ditemui diberbagai literature, dan salah satunya dapat ditemukan
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta, dalam pasal 1 ayat 1 disebutkah bahwa hak cipta adalah hak ekslusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak eklusif disini mengandung pengertian bahwa tidak ada pihak lain yang boleh melakukan kegiatan pengumuman atau memperbanyak karya cipta tanpa seizin pencipta, apalagi kegiatan tersebut bersifat komersil.
Di dalam Undang-undang hak cipta ini juga disebutkan berbagai karya yang dilindungi hak ciptanya. Karya tersebut merupakan karya yang diciptakan atau dihasilkan dalam bidang seni, ilmu pengetahuan dan sastra. Berikut ini berbagai karya yang dilindungi hak ciptanya oleh Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 tentang Hak Cipta antara lain :
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta, dalam pasal 1 ayat 1 disebutkah bahwa hak cipta adalah hak ekslusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak eklusif disini mengandung pengertian bahwa tidak ada pihak lain yang boleh melakukan kegiatan pengumuman atau memperbanyak karya cipta tanpa seizin pencipta, apalagi kegiatan tersebut bersifat komersil.
Di dalam Undang-undang hak cipta ini juga disebutkan berbagai karya yang dilindungi hak ciptanya. Karya tersebut merupakan karya yang diciptakan atau dihasilkan dalam bidang seni, ilmu pengetahuan dan sastra. Berikut ini berbagai karya yang dilindungi hak ciptanya oleh Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 tentang Hak Cipta antara lain :
1.
Buku, Program
Komputer, pamflet, perwajahan (layout) karya tulis yang diterbitkan, dan semua
hasil karya tulis lain;
2.
Ceramah, kuliah,
pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis (alat peraga yang dibuat untuk
kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa
teks;
3.
Drama atau drama
musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
4.
Seni rupa dalam segala
bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni
patung, kolase, dan seni terapan;
5.
Arsitektur;
6.
Peta;
7.
Seni batik;
8.
Fotografi;
9.
Sinematografi;
10. Terjemahan, tafsir,
saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan.
Dalam suatu karya cipta setidaknya melekat dua hak bagi
pencipta atau pengarang. Hak tersebut adalah hak ekonomi dan hak moral. Hak
ekonomi adalah yang dimiliki pencipta atau pengarang untuk menikmati keuntungan
ekonomi yang diperoleh dari setiap eksploitasi karya ciptaannya. Sedangkan hak
moral merupakan hak untuk menjaga integritas karya ciptaannya dari setiap
intervensi pihak lain yang dapat merusak kreativitas pencipta atau pengarang. Dari
definisi tersebut, berarti segala bentuk usaha dengan memanfaatkan hasil karya
orang lain yang dapat mendatangkan keuntungan bagi sesorang tanpa memperoleh
izin dari pencipta karya tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak
pelanggaran hak cipta. Selain itu usaha untuk meniru karya orang lain yang
dapat merusak intergitas karya tersebut dapat juga dikategorikan sebagai bentuk
pelanggarah hak cipta.
2.2 Dasar Hukum
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK
CIPTA
DENGAN RAHMAT TUHAN
YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
a.
bahwa Indonesia adalah
negara yang memiliki keanekaragaman etnik/suku bangsa dan budaya serta kekayaan
di bidang seni dan sastra dengan pengembangan-pengembangannya yang memerlukan
perlindungan Hak Cipta terhadap kekayaan intelektual yang lahir dari keanekaragaman
tersebut.
b.
bahwa Indonesia telah
menjadi anggota berbagai konvensi/perjanjian internasional di bidang hak
kekayaan intelektual pada umumnya dan Hak Cipta pada khususnya yang memerlukan
pengejawantahan lebih lanjut dalam sistem hukum nasionalnya;
c.
bahwa perkembangan di
bidang perdagangan, industri, dan investasi telah sedemikian pesat sehingga
memerlukan peningkatan perlindungan bagi Pencipta dan Pemilik Hak Terkait
dengan tetap memperhatikan kepentingan masyarakat luas;
d.
bahwa dengan
memperhatikan pengalaman dalam melaksanakan Undang-undang Hak Cipta yang ada,
dipandang perlu untuk menetapkan Undang-undang Hak Cipta yang baru menggantikan
Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah
dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 dan terakhir diubah dengan
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997;
e.
bahwa berdasarkan
pertimbangan seb agaimana tersebut dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf
d, dibutuhkan Undang-undang tentang Hak Cipta.
Mengingat:
1.
Pasal 5 ayat (1),
Pasal 20 ayat (1), Pasal 28 C ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;
2.
Undang-undang Nomor 7
Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade
Organization (Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), (Lembaran Negara Tahun
1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3564).
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG HAK CIPTA.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1.
Hak Cipta adalah hak
eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak
Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.
Pencipta adalah
seorang atau beberapa orang secara bersama -sama yang atas inspirasinya
melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan,
keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan
bersifat pribadi.
3.
Ciptaan adalah hasil
setiap karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu
pengetahuan, seni, atau sastra.
4.
Pemegang Hak Cipta
adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang menerima hak
tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari
pihak yang menerima hak tersebut.
5.
Pengumuman adalah pem
bacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu
Ciptaan dengan menggunakan alat apa pun, termasuk media internet, atau
melakukan dengan cara apa pun sehingga suatu Ciptaan dapat dibaca, didengar,
atau dilihat orang lain.
6.
Perbanyakan adalah
penambahan jumlah sesuatu Ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian yang
sangat substansial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama,
termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer.
7.
Potret adalah gambar
dari wajah orang yang digambarkan, baik bersama bagian tubuh lainnya ataupun
tidak, yang diciptakan dengan cara dan alat apa pun.
8.
Program Komputer
adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema,
ataupun bentuk lain, yang apabila digabun gkan dengan media yang dapat dibaca
dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan
fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan
dalam merancang instruksi-instruksi tersebut.
9.
Hak Terkait adalah hak
yang berkaitan dengan Hak Cipta, yaitu hak eksklusif bagi Pelaku untuk
memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya; bagi Produser Rekaman Suara untuk
memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyinya, dan
bagi Lembaga Penyiaran untuk membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya
siarannya.
10.
Pelaku adalah aktor,
penyanyi, pemusik, penari, atau mereka yang menampilkan, memperagakan,
mempertunjukkan, menyanyikan, menyampaikan, mendeklamasikan, atau memainkan
suatu karya musik, drama, tari, sastra, folklor, atau karya seni lainnya.
11. Produser Rekaman Suara adalah orang atau badan hukum yang
pertama kali merekam dan memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan perekaman
suara atau perekaman bunyi, baik perekaman dari suatu pertunjukan maupun perek
aman suara atau perekaman bunyi lainnya.
12.Lembaga Penyiaran
adalah organisasi penyelenggara siaran yang berbentuk badan hukum, yang
melakukan penyiaran atas suatu karya siaran dengan menggunakan transmisi dengan
atau tanpa kabel atau melalui sistem elektromagnetik.
13.Permohonan adalah
Permohonan pendaftaran Ciptaan yang diajukan oleh pemohon kepada Direktorat
Jenderal.
14.Lisensi adalah izin
yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak Terkait kepada pihak
lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak Ciptaannya atau produk Hak
Terkaitnya dengan persyaratan tertentu.
15. Kuasa adalah konsultan Hak Kekayaan Intelektual sebagaimana
diatur dalam ketentuan Undang-undang ini.
16.Menteri adalah Menteri
yang membawahkan departemen yang salah satu lingkup tugas dan tanggung jawabnya
meliputi pembinaan di bidang Hak Kekayaan Intelektual, termasuk Hak Cipta.
17. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual yang berada di bawah departemen yang dipimpin oleh Menteri.
KETENTUAN PIDANA
Pasal 72
(1) Barangsiapa
dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana
penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling
sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7
(tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar
rupiah).
(2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan,
mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil
pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(4) Barangsiapa
dengan sengaja melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
(5) Barangsiapa
dengan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau Pasal 49 aya t (3) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(6) Barangsiapa
dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55 dipidana dengan
pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(7) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak
melanggar Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun
dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(8) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(9) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
(8) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(9) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).
BAB III
STUDI KASUS
STUDI KASUS
3.1 Studi Kasus
Di Indonesia seseorang
dengan mudah dapat memfoto kopi sebuah buku, padahal dalam buku tersebut
melekat hak cipta yang dimiliki oleh pengarang atau orang yang ditunjuk oleh
pengarang sehingga apabila kegiatan foto kopi dilakukan dan tanpa memperoleh
izin dari pemegang hak cipta maka dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak
cipta. Lain lagi dengan kegiatan penyewaan buku di taman bacaan, masyarakat dan
pengelola taman bacaan tidak sadar bahwa kegiatan penyewa an buku semacam ini
merupakan bentuk pelanggaran hak cipta. Apalagi saat ini bisnis taman bacaan
saat ini tumbuh subur dibeberapa kota di Indonesia, termasuk Yogyakarta. Di
Yogyakarta dapat dengan mudah ditemukan taman bacaan yang menyediakan berbagai
terbitan untuk disewakan kepada masyarakat yang membutuhkan. Kedua contoh
tersebut merupakan contoh kecil dari praktek pelanggaran hak cipta yang sering
dilakukan oleh masyarakat dan masyarakat tidak menyadari bahwa tindakan yang
mereka lakukan adalah bentuk dari pelanggaran hak cipta.
Padahal jika praktek
seperti ini diteruskan maka akan membunuh kreatifitas pengarang. Pengarang akan
enggan untuk menulis karena hasil karyanya selalu dibajak sehingga dia merasa
dirugikan baik secara moril maupun materil. Pengarang atau penulis mungkin akan
memilih profesi lain yang lebih menghasilkan. Selain itu kurang tegasnya
penegakan hak cipta dapat memotivasi kegiatan plagiasi di Tanah Air. Kita tentu
pernah mendengar gelar kesarjanaan seseorang dicopot karena meniru tugas akhir
karya orang lain.
Mendarah dagingnya kegiatan pelanggaran hak cipta di Indonesia menyebabkan berbagai lembaga pendidikan dan pemerintah terkadang tidak sadar telah melakukan kegiatan pelanggaran hak cipta. Padahal, seharusnya berbagai lembaga pemerintah tersebut memberikan teladan dalam hal penghormatan terhadap hak cipta. Contoh konkrinya adalah perpustakaan, lembaga ini sebenarnya rentan akan pelanggaran hak cipta apabila tidak paham mengenai konsep hak cipta itu sendiri. Plagiasi, Digitalisasi koleksi dan layanan foto kopi merupakan topik-topik yang bersinggungan di hak cipta. Akan tetapi selain rentan dengan pelanggaran hak cipta justru lembaga ini dapat dijadikan sebagai media sosialisasi hak cipta sehingga dapat menimalkan tingkat pelanggaran hak cipta di Tanah Air.
Mendarah dagingnya kegiatan pelanggaran hak cipta di Indonesia menyebabkan berbagai lembaga pendidikan dan pemerintah terkadang tidak sadar telah melakukan kegiatan pelanggaran hak cipta. Padahal, seharusnya berbagai lembaga pemerintah tersebut memberikan teladan dalam hal penghormatan terhadap hak cipta. Contoh konkrinya adalah perpustakaan, lembaga ini sebenarnya rentan akan pelanggaran hak cipta apabila tidak paham mengenai konsep hak cipta itu sendiri. Plagiasi, Digitalisasi koleksi dan layanan foto kopi merupakan topik-topik yang bersinggungan di hak cipta. Akan tetapi selain rentan dengan pelanggaran hak cipta justru lembaga ini dapat dijadikan sebagai media sosialisasi hak cipta sehingga dapat menimalkan tingkat pelanggaran hak cipta di Tanah Air.
Perpustakaan
menghimpun dan melayankan berbagai bentuk karya yang dilindungi hak ciptanya.
Buku, jurnal, majalah, ceramah, pidato, peta, foto, tugas akhir, gambar adalah
sebagai format koleksi perpustakaan yang didalamnya melekat hak cipta. Dengan
demikian maka perpustakaan sebenarnya sangat erat hubungannya dengan hak cipta.
Bagaimana, tidak di dalam berbagai koleksi yang dimiliki perpustakaan melekat
hak cipta yang perlu dihormati dan dijaga oleh perpustakaan. Jika tidak
berhati-hati atau memiliki rambu-rambu yang jelas dalam pelayanan perpustakaan
justru perpustakaan dapat menyuburkan praktek pelanggaran hak cipta.
Untuk itu dalam
melayankan berbagai koleksi yang dimiliki perpustakaan, maka perpustakaan perlu
berhati-hati agar layanan yang diberikannya kepada masyarakat bukan merupakan
salah satu bentuk praktek pelanggaran hak cipta. Dan idealnya perpustakaan
dapat dijadikan sebagai teladan dalam penegakan hak cipta dan sosialisasi
tentang hak cipta.
Layanan foto kopi, digitalisasi koleksi serta maraknya plagiasi karya tulis merupakan isu serta layanan perpustakaan yang terkait dengan hak cipta. Perpustakaan perlu memberikan pembatasan yang jelas mengenai layanan foto kopi sehingga layanan ini tidak dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran hak cipta. Dalam kegiatan digitalisasi koleksi, perpustakaan juga perlu berhati-hati agar kegiatan yang dilakukan tidak melanggar hak cipta pengarang. Selain itu perpustakaan juga perlu menangani plagiasi karya tulis dengan berbagai strategi jitu dan bukan dengan cara proteksi koleksi tersebut sehingga tidak dapat diakses oleh pengguna perpustakaan.
Layanan foto kopi, digitalisasi koleksi serta maraknya plagiasi karya tulis merupakan isu serta layanan perpustakaan yang terkait dengan hak cipta. Perpustakaan perlu memberikan pembatasan yang jelas mengenai layanan foto kopi sehingga layanan ini tidak dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran hak cipta. Dalam kegiatan digitalisasi koleksi, perpustakaan juga perlu berhati-hati agar kegiatan yang dilakukan tidak melanggar hak cipta pengarang. Selain itu perpustakaan juga perlu menangani plagiasi karya tulis dengan berbagai strategi jitu dan bukan dengan cara proteksi koleksi tersebut sehingga tidak dapat diakses oleh pengguna perpustakaan.
Foto kopi di perpustakaan
Praktek Foto kopi
dapat dikategorikan sebagai tindakan pelanggaran hak cipta. Hal ini disebabkan
karena foto kopi berarti memperbanyak suatu karya tanpa izin dari pengarang dan
menerima keuntungan ekonomi atas jasa foto kopi yang diberikan.
Kegiatan foto kopi di
perpustakaan dapat dikategorikan dalam dua jenis, yaitu foto kopi untuk
pengadaan koleksi perpustakaan serta layanan foto kopi yang disediakan bagi
pengguna perpustakaan. Kegiatan foto kopi untuk pengadaan koleksi perpustakaan
bertujuan untuk memenuhi kepentingan perpustakaan, sedangkan layanan foto kopi
bagi pengguna perpustakaan bertujuan untuk memudahkan pengguna perpustakaan.
Tidak dapat dipungkiri
bahwa sering dijumpai koleksi perpustakaan yang merupakan hasil foto kopi.
Padahal kegiatan foto kopi ini merupakan suatu bentuk pelanggaran hak cipta.
Hal ini disebabkan oleh masalah klasik yang selalu dihadapi perpustakaan yaitu
keterbatasan dana. Perpustakaan idealnya mampu menjadi institusi pelopor
penegakan hak cipta. Kalaupun suatu koleksi perpustakaan terpaksa difoto kopi
itu didasarkan pada alasan bahwa buku tersebut tidak ada d ipasaran dan tidak
akan dicetak lagi oleh penerbit atau buku tersebut merupakan buku asing.
Buku-buku asing harganya sangat mahal sehingga dalam kegiatan pengadaan
perpustakaan cukup membeli satu eksemplar buku asing tersebut kemudia jumlahnya
diperbanyak dengan di foto kopi.
Untuk kegiatan layanan
foto kopi bagi pengguna perpustakaan, sebagai bentuk penghormatan terhadap hak
cipta maka apabila pengguna ingin memfoto kopi sebuah buku pengguna tersebut
disarankan untuk mencari buku yang dibutuhkan di toko buku. Apabila buku yang
dibutuhkan tidak ada di toko buku baru buku tersebut diizinkan untuk difoto
kopi dengan segala resiko menjadi tanggung jawab pengguna perpustakaan tadi.
Dengan berbagai usaha
diatas, maka perpustakaan telah berpartisipasi dalam penegakan hak cipta.
Jangan sampai karena alasan mudahnya masyarakat memfoto kopi buku menyebabkan
para pengarang enggan menulis. Hal ini tentu akan berdampak terhadap
produktivitas penerbitan buku-buku berkualitas di perpustakaan serta menghambat
usaha pencerdasan bangsa. Usaha ini memang belum banyak disadari oleh
perpustakaan dan perpustakaan dimana kita bekerja dapat memulainya sebagai
bentuk penghormatan kepada hak cipta.
Minimalisasi plagiasi
Minimalisasi plagiasi
Praktek plagiasi di
Indonesia untuk memperoleh gelar mulai dari sarjana sampai professor pernah
terjadi. Hal ini terjadi menunjukkan sikap masyarakat yang kurang menghargai
karya orang lain. Untuk meminimalkan terjadinya praktek plagiasi, berbagai
perpustakaan memiliki strategi tersendiri. Ada perpustakaan yang melakukan
proteksi berlebih terhadap tugas akhir sivitas akademiknya sehingga tidak
mengizinkan pengguna mengakses ruangan tersebut. koleksi tugas akhir
diberlakukan layaknya benda pusaka yang tidak boleh disentuh, padahal tugas
akhir merupakan karya ilmiah yang akan bermanfaat apabila banyak orang yang
dapat mengaksesnya atau dengan katalain eksistensi koleksi tersebut tidak
percuma. Ada juga perpustakaan yang memberikan izin kepada pengguna untuk
mengakses koleksi tugas akhir dan bahkan memfoto kopi koleksi tugas akhir
tersebut.
Semua perpustakaan
memiliki kebijakan tersendiri dengan pertimbingan tertentu dan dalam kasus ini
tidak ada yang benar atau salah. Akan tetapi kebijakan apapun yang diterapkan
setidaknya mengedepankan azas manfaat dari keberadaan suatu koleksi.
Perpustakaan tidak perlu takut koleksi yang dimiliki akan dijiplak apabila
memiliki sistem yang mampu mentedeksi kegiatan plagiasi sejak dini. Caranya
dengan memiliki sistem temu kembali informasi yang memungkinkan mengetahui isi
keseluruhan dari tugas akhir, laporan penelitian atau koleksi perpustakaan
lainnya. Dengan katalain katalog yang dimiliki perpustakaan dilengkapi dengan
abstrak. Kemudian katalog tersebut publikasikan melalui internet (katalog
online) yang memungkinkan setiap orang mengakses katalog tersebut tanpa
dihalangi oleh waktu dan tempat. Apabila setiap orang dapat mengakses katalog
yang memungkinkan masyarakat mengetahui isi suatu tugas akhir atau karya ilmiah
lainnya, maka ini merupakan suatu bentuk control sosial. Kontrol sosial ini
akan memaksa orang berpikir dua kali untuk melakukan plagiasi karena dengan
karena dari katalog online tersebut dapat dengan mudah diketahui suatu karya
hasil plagiasi atau bukan.
Selain itu
perpustakaan juga dapat menyisipkan materi teknik penulisan dan hak cipta dalam
kegiatan pendidikan pemakai yang dilaksanakan perpustakaan. Terkadang mahasiswa
tidak mengetahui bahwa karya tulisannya termasuk kedalam kategori karya hasil
plagiat karena tidak mengetahui bagaimana teknik penulisan karya ilmiah yang
benar, misalnya dengan mencantumkan referensi dari setiap kutipan yang
digunakan dalam karya ilmiah yang disusunnya. Perpustakaan juga dapat
menyelipkan materi mengenai hak cipta dalam kegiatan pendidikan pemakai
sehingga semakin memotivasi penggun perpustakaan untuk sadar hak cipta.
REFERENSI :
http://chobish.wordpress.com/2011/03/19/perpustakaan-dan-pelanggaran-hak-cipta/
http://intankartikaningrum.blogspot.com/2012/04/materi-dan-studi-kasus-hak-cipta.html
http://intankartikaningrum.blogspot.com/2012/04/materi-dan-studi-kasus-hak-cipta.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar